Keyakinan ideologis itu mengendap di hati paling dalam. Ia berfungsi sebagai penentu arah semua hal yang dilakukan manusia. Jika keyakinan ideologisnya adalah tauhid, maka seluruh tindakan, ucapan dan pikiran seseorang akan diarahkan selaras dengan nilai-nilai tauhid. Bila keyakinan ideologis yang menendap dihatinya syirik, manusia tak lagi memiliki kontrol ghaib untuk mengendalikan tingkah-lakunya. Ia tak memiliki rasa berdosa jika menipu, selingkuh, mabuk, mencuri, menzalimu dan sebagainya.
Namun sayang, tak mudah untuk membentuk keyakinan ideologis agar berauhid.Cara yang paling umum untuk mengedepankan tauhid menjadi dasar ideologi seseorang adalah dengan pendekatan dakwah. Islam tak mengenal pilihan cara paksaan untuk mengendapkan tauhid di hati. Islam hanya punya pilihan menjabarkan ilmunya melalui dakwah hingga yang bersangkutan paham, memilih tauhid atau menolaknya.
Allah SWT berfirman : "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 256)
Ayat ini menegaskan, tak ada paksaan untuk mengambil tauhid (islam) sebagai ideologi seseorang, karena apa yang tersimpan dilubuk hati memang tak bisa dipaksa. Kalaupun orang secara lahir menerimanya, tapi bila hati kecilnya menolak, maka hasilnya akan jadi munafiq yang justru akan membuahkan kerusakan dari dalam barisan umat islam. "Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat" (ayat diatas). Kejelasan yang dimaksud adalah hasil dakwah dan penjabaran yang dilakukan para dai. Selebihnya, soal pilihan hati itu tak ada paksaan.
Namun jika mereka yang menolak tauhid setelah memahami kandungaannya dengan jelas, lalu menghalangi hamba-hamba Allah dalam membumikan tauhid, maka perang boleh menjadi opsi untuk mengatasinya. Masalahnya, kebiasaan menghalangi dan mengganggu pelaksanaan tauhid itu menjadi tabiat kekafiran, karena rasa dengkinya terhadap kebenaran.
Faktor-faktor Pembentuk Keyakinan Manusia
Keyakinan ideologis tak hadir secara alami dihati manusia. Terdapat faltor-faktor yang mempengaruhi. Beberapa diantaranya :
Warisan Leluhur
Warisan leluhur menjadi faktor yang paling dominan dalm membentuk keyakinan ideologis seseorang. Wajar, sebab tidak ada manusia yang membenci leluhurnya. Naluri manusia pasti mencintai, membela, membanggakan, melanjutkan, mengikuti dan memperjuangkan apa yang menjadi warisan leluhrunya.
Jarang sekali ada orang yang menyempal dari warisan leluhurnya. Kasus menyempal biasanya karena ada pengaruh luar yang membuat ia menerima nilai baru dan meninggalkan nilai lama yang diterima secara turun-temurun. Allah SWT menggambarkan faktor leluhur ini dalam membentuk keyakinan seseorang, dan faktor ini kerap menjadi alasan untuk menolak nilai tauhid. "Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul." Mereka menjawab : "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakan." Dan apakah mereka itu akan mengikuti enenk moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?" (QS. Al-Maidah : 104)
Lihatlah, ajakan untuk patuh kepada syariat Allah ditolak gara-gara bertolak-belakang dengan nili-nilai yang diwariskan leluhur. Apalagi bila warisan leluhur ini terlembagakan dalam tradisi suku atau terkodifikasi dalam undang-undang negara. Manusia bahkan rela mati demi mempertahankan warisan leluhur ini.
Menariknya, Allah menyebut bahwa leluhur dalam mewariskan nilai tidak dituntun ilmu dan hidayah. Nilai diwariskan biasanya hasil kreatifitas leluhur yang bersifat karangan, bukan hasil sebuah penelitian ilmiah yang teruji kebenarannya.
Sebagai contoh, leluhur mewariskan keyakinan bahwa kupu-kupu yang masuk rumah itu pertanda bakal datang tamu. Warisan nilai ini jelas tidak teruji, kadang benar kadang salah. Tapi karena sudah turun-temurun, seseorang mempercayai begitu saja, tak lagi menggunakan daya kritisnya.
Contoh lain, dikuburan leluhur mengajarkan agar dipasang payung dan kendi (teko dari tanah liat). Keyakinan yang menyertainya, payung itu bermanfaat melindungi jenazah di kuburnya dari terik matahari dan kendi itu berfungsi sebagai persediaan air minumnya jika kehausan.
Warisan leluhur ini jelas tidak masuk akal. Adakah tulang-belulang di dalam tanah mengambil manfaat dari keberadaan payung dan kendi? Tapi jika orang yang terlanjur fanatik dengan warisan leluhur diingat bahwa hal itu tidak benar, ia niscaya berargumen bahwa hal ini adalah warisan leluhur, hanya menerimanya tanpa perlu mengkritisnya.
Cerita Ajaib yang Berantai
Manusia mudah sekali mempercayai seseorang, baik yang masuk akal maupun yang mengandung kejanggalan. Apalagi tipe orang yang gemar mengkonsumsi isu dan desas-desus. Ternyata cerita dan desas desusnya tidak jelas sumbernya, dan kadang mengandung kejanggalan tinggi, tetap bisa membuahkan keyakinan. Bahkan kadang kian janggal makin menarik untuk dipercayai dan diyakini.
Misalnya cerita yang mengiringi kewalian Wali Songo. Salah satuny heboh, Sunan Kalijaga. Konon sunan Kalijaga sesuai namanya bersemedi (berkontemplasi) di pinggir kali selama bertahun-tahun sehingga mendapat gelar Kalijaga alias penjaga kali. Cerita ini amat janggal, tapi tak menyurutkan masyarakat meyakini bahwa bersemedi itu jalan kewalian menuju sebagaimana yang dilakukan Sunan Kalijaga.
Cerita lain, bahwa sang wali cukup dengan mengacungkan tongkatnya kepohon palem, maka buah pohon itu berubah menjadi emas. Ini janggal dan sumbernya antah-barantah, tapi juga berhasil membuat masyarakat mempercayainya.
Seorang kyai konon ada yang diisukan shalat jum'atnya di Makah secara ajaib, yakni bisa berpindah tempat secara bim-salabim, lalu jam 1 siang sudah hadir kembali di Indonesia. Cerita ini berhasil memukau para santrinya, padahal sungguh janggal. Bagaimana mungkin sang Kyai tersebut menunaikan shalat Jum'at di Makah padahal jam 1 saat kepulangannya saja di Makah belum masuk waktu shalat jum'at. Ada perbedaan waktu hingga 4 jam anatara WIB dengan waktu Mekah. Lalu di Mekah shalat jum'at jam 10 pagi waktu Mekah? Shalat dengan siapa?
Desas-desus alias cerita dari mulut-kemulut kerap bisa membentuk keyakinan warga masyarakat. Karenanya masyarakat harus peka, bahwa keyakinan tak boleh dibentuk oleh cerita yang tidak jelas, tapi dibentuk oleh nilai yang diwariskan Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a'lam bisshawab
oleh : Ust. Lukman H. Syuhada, Lc (Pimpinan Jalinan Keluarga Dakwah)